KHOIRI ANAM (1331044)
PRODI : PENDIDIKAN MATEMATIKA 2013 D
DOSEN PENGAMPU: LESTARININGSIH, S.Pd, M.Pd
STKIP PGRI SIDOARJO

Minggu, 23 Oktober 2016

SEJARAH MATEMATIKA DI BABILONIA



BAB 2
SEJARAH MATEMATIKA DI BABILONIA
A.    PENDAHULUAN
1.      Deskripsi Singkat
Pada bab ini dibahas tentang perkembangan matematika bangsa Sumeria, pendekatan nilai  dan perkembangan matematika lainnya di Babilonia serta para matematikawan lain yang hidup di Babilonia serta karya-karya mereka.
2.      Relevansi
Pada bagian ini dibahas perkembangan matematika bangsa Sumeria, pendekatan nilai  dan perkembangan matematika lainnya di Babilonia serta para matematikawan lain yang hidup di Babilonia serta karya-karya mereka. Dengan dasar pemahaman ini, akan menjadi landasan bagi para mahasiswa dalam menempuh mata kuliah kalkulus diferensial, kalkulus integral, kalkulus peubah banyak, teori bilangan dan aljabar, atau menguatkan konsep yang sudah dipelajari dalam mata kuliah tersebut. Selanjutnya ketika mereka terjun ke sekolah maka akan dapat membantu dalam menyajikan konteks dan memotivasi kepada para siswa ketika pembelajaran tentang konsep keliling dan luas lingkaran, atau luas permukaan dan volume pada bangun ruang sisi lengkung.
3.      Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa mampu menjelaskan tentang perkembangan matematika bangsa Sumeria, pendekatan nilai  dan perkembangan matematika lainnya di Babilonia serta para matematikawan lain yang hidup di Babilonia serta karya-karya mereka.
B.     PENYAJIAN
1.      Matematika Babilonia
Kata “Matematika” berasal dari bahasa yunani kuno “mathema”, yang berarti pengkajian, pembelajaran, ilmu yang ruang lingkupnya menyempit. Matematika berawal dari berhitung dan dapat dipandang sebagai sederetan abstraksi yang selalu bertambah banyak, atau meluas dari pokok masalahnya. Benda matematika tertua yang sudah diketahui adalah tulang Lolombo, ditemukan di pegunungan Lelombo di Swaziland dan mungkin berasal dari tahun 35000 SM. Sedangkan tulisan matematika terkuno yang telah ditemukan adalah plimton 322(Matematika Babilonia sekitar 1900 SM(lembaran matematika Rhindm)) dan dilanjutkan dengan adanya penemuan-penemuan lembaran lain di daerah sekitar babilonia seperti Mesir dan Arab.
Dasar matematika bangsa Babilonia diturunkan oleh bangsa Yunani yang perkembangannya dimulai sekitar 450 SM. Setelah kurun waktu ini diikuti oleh negara-negara islam seperti Iraq, Syiria, dan India.
Perkembangan Matematika Babilonia
Babilonia adalah sebuah peradababan kuno yang terletak di kawasan tengah-selatan Mesopotamia (dataran yang sangat subur diantara sungai Tigris dan Eufrat). Kawasan Mesopotamia termasuk warisan dari suku  Sumeria, Akkad dan Asyria (pada tahun 2300 SM). Pada tahun 2000 SM suku Babilon menyerang suku tersebut dan mendirikan ibu kota babilonia.






        








Gambar .... peta babilonia,
Sumber: www.google/peta-babilonia/image.com)
Kawasan ini sangat penting karena menjadi salah satu dari tempat awal manusia hidup bersama-sama dalam satu peradaban. Penduduk Bablonia, atau yang sering disebut Babilon, memiliki satu bahasa penulisan yang mereka gunakan untuk  mempelajari perkara-perkara yang berkaitan dunia di sekeliling mereka. Sejarah mengatakan bahwa orang-orang babilon merupakan orang yang pertama kali menulis dari kiri ke kanan, dan banyak membuat banyak dokumen-dokumen bertulis.
Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh bangsa. Mesopotamia yang kini bernama Iraq sejak permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban helenistik. Dinamai “Matematika Babilonia” karena peran utama kawasan Babilonia sebagai tempat untuk belajar. Pada zaman helenistik matematika babilonia berpadu dengan matematika Yunani dan Mesir, kemudian dibawa kekhalifaan Islam, Mesopotamia, terkhusus Bagdad, menjadi pusat penting pengkajian matematika Islam. Lebih dari400 lempengan tanah liat ditemukan sebagai sumber sejarah bangsa Babilonia yang digali sejak 1850-an. Lempengan-lempengan tersebut ditulis dengan menggunakantulisan berbentuk paku.Lempengan tersebut diberi tulisan ketika tanah liat masih basah, dan kemudian dibakar dalam tungku atau dijemur di bawah terik matahari bahkan beberapa di antaranya adalah karya rumahan.
Gambar .... lempengan peninggalan babilonia
Sumber: www.google/image/sejarah babilonia.com
Bukti terdiri matematika menyebutkan bahwa lempengan bertulisan tersebut adalah karya bangsa Sumeria, yang membangun peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira 2500 SM ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian pada lempengan tanah liat yang berkaitan dengan geometri dan pembagian. Jejak terdini sistem bilangan Babilonia juga merujuk pada periode ini.Sebagian besar lempengan tanah liat yang sudah diketahui berasal dari tahun 1800 sampai 1600 SM, dan meliputi topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan perhitungan bilangan regularinvers perkalian, dan bilangan prima kembar. Lempengan itu juga meliputi tabel perkalian dan metode penyelesaian persamaan linear dan persamaan kuadrat. Lempengan Babilonia 7289 SM memberikan hampiran bagi √2 yang akurat sampai lima tempat desimal.
Penemuan Bangsa Babilonia
Teks matematika Babilonia sangat banyak jumlahnya dan teredit dengan sangat baik. Sistem matematika Babilonia adalah seksagesimal atau bilangan berbasis 60.Kemajuan besar dalam matematika ini terjadi karena dua alasan. Pertama, angka 60 memiliki banyak pembagi yaitu 2, 3, 4, 5, 6, 10, 12, 15, 20, dan 30, yang membuat perhitungan jadi lebih mudah. Selain itu, bangsa Babilonia memiliki sistem bilangan real dimana digit yang ditulis sebelah kiri memiliki nilai yang lebih besar seperti bilangan berbasis 10.
Pencapaian dalam ilmu matematika lainnya yaitu ditemukannya penentuan nilai akar kuadrat, bahkan para ilmuan Babilonia telah mendemonstrasikan teori Pythagoras, jauh sebelum Pythagoras sendiri muncul dengan teorinya dan hal ini dibuktikan oleh Dennis Ramsey yang menerjemahkan sebuah catatan kuno yang berasal dari tahun 1900 sebelum masehi. Penjelasannya seperti berikut :
“4 adalah panjangnya dan 5 adalah panjang diagonalnya, lalu berapa lebarnya?. Mereka mengumpamakan jika kedua angka tadi dikalikan dengan angka itu sendiri, maka akan ditemukan nilai tengahnya. Jika 4 x 4 = 16 dan 5 x 5 = 25, maka selisih antara 16 dan 25 adalah 9.Dari angka berapakah kita bisa mendapatkan angka 9? Angka tersebut harus bisa menghasilkan 9 jika angka tersebut dikalikan dengan angka itu sendiri, dan 9 didapatkan dari 3 x 3.Sehingga disimpulkan bahwa 3 adalah lebarnya karena semua angka dikalikan dengan angka itu sendiri.”
Empat papan bertulis yang ditemukan antara lain papan Yale YBC 7289, Plimpton 322, papan Susa, dan papan Tell Dhibayi.Ner 600 dan Sar 3600 terbentuk dari angka 60 yang sesuai dengan derajat khatulistiwa. Catatan kuno tentang kuadrat dan kubus yang dihitung menggunakan angka 1 hingga 60, ditemukan di Senkera dimana orang-orang telah mengenal jam matahari, clepsydra, juga tuas dan katrol, padahal saat itu mereka belum memiliki pengetahuan tentang mekanika. Bangsa Babilonia juga sudah lama mengenal lensa kristal dan penyalaan bubut sebelum ditemukan oleh Austen Henry Layard dari Nimrud.
Bangsa Babilonia juga sudah sangat familiar dengan aturan umum untuk mengukur suatu area. Mereka mengukur keliling lingkaran sebanyak 3 kali diameter dan luasnya sebagai satu per duabelas kuadrat dari lingkaran, dan jika hitungannya benar, maka nilai π akan bernilai 3. Volume silinder diambil sebagai produk dari alas dan tinggi, namun, volume frustum sebuah kerucut atau piramida persegi dihitung dengan tidak benar sebagai produk dari ketinggian dan setengah jumlah dari basis. Juga, ada penemuan terbaru dalam sebuah catatan kuno mencantumkan bahwa nilai π adalah 3 dan 1/8. Di babilonia juga dikenal mil Babilonia, yang merupakan ukuran sebesar jarak sekitar tujih mil hari ini. Pengukuran jarak ini konversi menjadi satu mil waktu yang digunakan untuk mengukur perjalanan matahari, yang merepresentasikan panjangnya waktu.
Berapa penemuan dari Babilonia yang masih digunakan sampai sekarang.
1.     Menentukan sistem bilangan, sistem berat dan ukur pertama kali.
2.     Menggunakan sistem desimal dan π = 3,125.
3.     Penemu kalkulator pertama kali.
4.     Geometri sebagai basis perhitungan astronomi.
5.     Metode pendekatan untuk akar kuadrat.
6.     Sudah mengenal teorema Pytagoras

Sistem Bilangan Babilonia
Sistem penulisan bangsa babilonia dikenal dengan sebutan”cuneiform”yang berasal dari kata”cuneus”yang bermakna irisan atau belahan dan kata “forma”yang bermakna bentuk. Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem bilanganseksagesimal (basis-60). Penggunaan bilangan seksagesimal dapat dilihat pada penggunaan satuan waktu yaitu 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu jam, dan pada penggunaan satuan sudut yaitu 360 (60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Kemajuan orang Babilonia di dalam matematika didukung oleh fakta bahwa 60 memiliki banyak pembagi.
Bangsa Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang sejati, di mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem desimal.Akan tetapi, terdapat kekurangan pada kesetaraan koma desimal, sehingga nilai tempat suatu simbol seringkali harus dikira-kira berdasarkan konteksnya.Pada zaman ini juga belum ditemukan angka nol. Tetapi bangsa Babilonia tidak hanya menggunakan sistem seksagesimal saja mereka juga menggunakan bilangan basis 10. Basis 10 digunakan karena bilangan 1 sampai 59 yang dibentuk dari simbol ‘satuan’atau unit dan simbol’puluhan’yang ditempatkan menjadi satu kesatuan. Berikut adalah 59 simbol bilangan Babilon;

Gambar .... simbol bilangan babilonia

Untuk suatu sistem posisional tertentu diperlukan suatu konvensi tentang bilangan yang menunjukkan keunikan suatu bilangan. Misalnya desimal 12345 berarti:
1 x 104 + 2 x 10+ 3 x 102 + 4x 10 + 5
Sistem posisional seksagesimal Bablonia menganut cara penulisan seperti cara diatas, yaitu bahwa posisi yang paling kanan adalah untuk unit samapai 59, satu sisi disebelah kirinya adalah untuk 60 x n, dimana 1 kurang dari = n  kurang dari = 59 dan seterusnya. Sekarang kita menggunakan notasi dimana bilangan dipisahkan dengan koma, misalnya, 1,57,46,40 menyatakan bilangan seksagesimal1 kali 60 pangkat 3 tambah 57 kali 60 pangkat dua ditambah 46 kali 60 tambah 40 yaitu dalam notasi desimal bernilani 424000
Namun masih terdapat persoalan dengan sistem ini. Karena dua dinyatakan dengan dua karakter yang masing-masing menyatakan satu unit, dan 61 dinyatakan dengan satu karakter untuk satu unit sebagai  bilangan pertama dan sebagai bilangan kedua adalah karakter yang identik untuk satu unit maka bilangan seksagesimalBabiloniaia 1,1 dan 2 secara esensial dinyatakan secara serupa. Namun hal ini bukanlah persoalan sebenarnya karaena adanya spasi diantara karakter-karakter tersebut menunjukkan perbedaan-perbedaannya. Dalam simbol untuk 2 kedua karakter yang menyatakan unit saling berdempet dan menjadi simbol tunggal. Dalam bilangan 1,1 terdapat suatu spasi diantaranya. Satu persoalan yg lebih serius adalah fakta bahwa tidak terdapat nol untuk menyatakan posisi yang kosong. Bilangan seksagesimal menyatakan bilangan 1 dan 1,0 untuk 1 dan 60 desimal, memiliki pernyataan yg sama persis dan spasi tidak membawa perbedaaan. Barangkali peradaban babilon selanjutnya telah menetapkan saebuah simbol untuk menyatakan kekosongan.
Berikut adalah contoh dari sebuah papan huruf paku dimana perhitungan unutk pangkat dua 147 dinyatakan. Dalam bilangan seksagesimal 147=2,27 dan mengkuadratkannya memberikan hasil 21609=6,0,9
Jikalau posisi untuk kosong menjadi masalah untuk bilangan bulat maka justru terdapat persoalan yang lebih besar pada fraksi seksagesimal Babilonia. Bangsa Babilonia menggunakan suatu sistem fraksi seksagesimal yang serupa dengan fraksi desimal kita.Misalnya jika kita menulis 0,125 maka berarti 1/10 + 2/100 +5/1000 = 1/8.Tentu saja fraksi dengan bentuk a/b, dalam bentuknya yang paling rendah, dapat dinyatakan sebagai fraksi desimal finit jika dan hanya jika b tidak dapat dibagi dengan bil. Prima selain 2 atau 5. Jadi 1/3 tidak memiliki fraksi desimal yang finit. Serupa halnya fraksi seksagesimal Babilonia 0;7,30 dinyatakan dengan 7/60 +30/3600 yang ditulis dengan notasi kita sebagai 1/8.Karena 60 dapat dibagi dengan bilangan prima 2,3 dan 5 maka sebuah bilangan dengan bentuk a/b, dan bentuknya yang paling rendah, dapat dinyatakan sebagai fraksi desimal finit jika dan hanya jika b tidak dapat dibagi oleh bilangan selain 2,3,dan 5. Fraksi yang laian oleh karenanya dapat dinyatakan sebagai fraksi seksagesimal dan bukan sebagai fraksi desimal finit.
Perkiraan notasi tersebut digunakan untuk menyatakan bilangan seksagesimal dengan bilangan pecahan. Untuk menyatakan 10,12,5;1.52.30 adalah
10 x 60+ 12 x 60 + 5 +1/60 +52/602 + 30/603
Yang dalam notasi kita adalah 36725 1/32. Hal ini berlaku namun di atas telah dikemukakan notasi semikolon untuk menunjukkan dimana bagian integernya berakhir dan bagian pecahannya dimulai. Inilah “koma seksagesimal” dan memainkan peranan yang analog pada koma desimal. Namun bangsa Babilonia tidak memiliki notasi untuk menunjukkan dimana bagian integer berakhir dan bagian pecahan dimulai. Jika kita menulis 10,12,5,1,52,30 tanpa memiliki suatu notasi tentang “koma seksagesimal” maka bilangan ini dapat meemiliki beberapa arti sebagai berikut:
0;10,12,5,1,52,30
10;12,5,1,52,30
10,12;5,1,52,30
10,12,5;1,52,30
10,12,5,1;52,30
10,12,5,1,52;30
10,12,5,1,52,30
Sebagai tambahan, tentu saja, sampai 10,12,5,1,52,30,0 atau 0;0,10,12,5,1,52,30 dan seterusnya.




2.      Ilmuwan Matematika di Mesopotamia
Diophantus (250-200 SM)
                                                           Gambar.....
Biografi
Sedikit yang diketahui tentang kehidupan Diophantus. Dia tinggal di Alexandria, Mesir, mungkin dari antara tahun 200 dan 214-284 atau 298. Sekitar tahun 250 seorang matematikawan Yunani yang bermukim di Alexandria melontarkan problem matematika yang tertera di atas batu nisannya, dalam batu nisannya tertulis: 'Di sini terletak Diophantus,' keajaiban lihatlah.
Tidak ada catatan terperinci tentang kehidupan Diophantus, namun meninggalkan problem tersohor itu pada Palatine Anthology, yang ditulis setelah meninggalnya. Pada batu nisan Diophantus tersamar (dalam persamaan) umur Diophantus.
"Seperenam kehidupan yang diberikan Tuhan kepadaku adalah masa muda. Setelah itu, seperduabelasnya, cambang dan berewokku mulai tumbuh. Ditambah sepertujuh masa hidupku untuk menikah, dan tahun kelima mempunyai anak. Sialnya, setengah waktu dari kehidupanku untuk mengurus anak. Empat tahun kegunakan bersedih".
Umur Diophantus
Dugaan tentang kehidupan Diophantus cukup misterius. Kita hanya dapat menduga lewat dua fakta yang menarik sebelum menarik kesimpulan. Pertama, dia mengutip tulisan Hypsicles yang diketahui hidup sekitar tahun 150 SM. Kedua, tulisan Diophantus dikutip oleh Theon dari Alexandria. Prakiraan hidup Theon, diacu dari gerhana matahari yang terjadi pada 16 Juni 364. Dengan dua fakta ini diperkirakan Diophantus hidup antara tahun 150 SM sampai tahun 364. Para peneliti, menyimpulkan bahwa diperkirakan Diophantus hidup sekitar tahun 250
Karya Diophantus
Diophanus menulis Arithmetica, yang mana isinya merupakan pengembangan aljabar yang dilakukan dengan membuat beberapa persamaan. Persamaan-persamaan tersebut disebut persamaan Diophantin, digunakan pada matematika sampai sekarang.
Diophantus menulis lima belas namun hanya enam buku yang dapat dibaca, sisanya ikut terbakar pada penghancuran perpustakaan besar di Alexandria. Sisa karya Diophantus yang selamat sekaligus merupakan teks bangsa Yunani yang terakhir yang diterjemahkan. Buku terjemahan pertama kali dalam bahasa Latin diterbitkan pada tahun 1575. Prestasi Diophantus merupakan akhir kejayaan Yunani kuno.
Fermat mengetahui buku Diophantus lewat terjemahan Clause Bachet yang diterbitkan tahun 1621. Problem kedelapan pada buku kedua tentang cara membagi akar bilangan tertentu menjadi jumlah dua sisi panjang. Rumus Pythagoras sudah dikenal orang Babylonia 2000 tahun silam memberi inspirasi bagi Fermat untuk menuliskan TTF/Theorema Terakhir Fermat (Fermat Last Theorem).
Susunan dalam Arithmetica tidak secara sistematik operasi-operasi aljabar, fungsi-fungsi aljabar atau solusi terhadap persamaan-persamaan aljabar. Di dalamnya terdapat 150 problem, semua diberikan lewat contoh-contoh numerik yang spesifik, meskipun barangkali metode secara umum juga diberikan. Sebagai contoh, persamaan kuadrat mempunyai hasil dua akar bilangan positif dan tidak mengenal akar bilangan negatif. Diophantus menyelesaikan problem-problem menyangkut beberapa bilangan tidak diketahui dan dengan penuh keahlian menyajikan banyak bilangan-bilangan yang tidak diketahui.
Contoh: Diketahui bilangan dengan jumlah 20 dan jumlah kuadratnya 208; angka bukan diubah menjadi x dan y, tapi ditulis sebagai 10 + x dan 10 – x (dalam notasi modern). Selanjutnya (10 + x)² + (10 - x)² = 208, diperoleh x=2 dan bilangan yang tidak diketahui adalah 8 dan 12.
Diophantus dan Aljabar
Dalam Arithmetica, meski bukan merupakan buku teks aljabar akan tetapi didalamnya terdapat problem persamaan x² = 1 + 30y² dan x² = 1 + 26y², yang kemudian diubah menjadi “persamaan Pell” x² = 1 + py²; sekali lagi didapat jawaban tunggal, karena Diophantus adalah pemecah problem bukan menciptakan persamaan dan buku itu berisikan kumpulan problem dan aplikasi pada aljabar. Problem Diophantus untuk menemukan bilangan x, y, a dalam persamaan x² + y² = a² atau x³ + y³ = a³, kelak mendasari Fermat mencetuskan TTF (Theorema Terakhir Fermat). Prestasi ini membuat Diophantus seringkali disebut dengan ahli aljabar dari Babylonia dan karyanya disebut dengan aljabar Babylonia.
Misal umur x, sehingga x = 1/6x + 1/12x + 1/7x + 5 + ½x + 4 akan diperoleh x = 84, umur Diophantus.
Pengaruh
Karya Diophantus 'memiliki pengaruh besar dalam sejarah. Edisi Arithmetica memberikan pengaruh besar pada perkembangan aljabar di Eropa pada akhir abad keenam belas dan melalui abad 17 dan 18. Diophantus dan karya-karyanya juga telah mempengaruhi matematika Arab dan ketenaran besar di antara matematikawan Arab. Karya Diophantus 'menciptakan dasar untuk aljabar dan pada kenyataannya banyak matematika canggih didasarkan pada aljabar.
Ia merupakan "Bapak Aljabar" bagi Babilonia yang mengembangkan konsep-konsep aljabar Babilonia. Karya besar Diophantus berupa buku aritmatika, buku karangan pertama tentang sistem aljabar. Bagian yang terpelihara dari aritmatika Diophantus berisi pemecahan kira-kira 130 soal yang menghasilkan persamaan-persamaan tingkat pertama.
Karya
Seringkali disebut dengan ”Bapak aljabar" Babylonia. Karya-karyanya tidak hanya mencakup tipe material tertentu yang membentuk dasar aljabar modern; bukan pula mirip dengan aljabar geometri yang dirintis oleh Euclid.
Diophantus mengembangkan konsep-konsep aljabar Babylonia dan merintis suatu bentuk persamaan sehingga bentuk persamaan seringkali disebut dengan persamaan Diophantine (Diophantine Equation) menunjuk bahwa Diophantus cukup memberi sumbangsih bagi perkembangan matematika.
Selain itu Diophantus sering disebut "bapak aljabar "karena ia memberikan kontribusi besar terhadap teori bilangan, notasi matematika, dan Arithmetica.

C.    PENUTUP
1.      Rangkuman
Babilonia adalah sebuah peradababan kuno yang terletak di kawasan tengah-selatan Mesopotamia (Dataran yang sangat subur diantara sungai Tigris dan Eufrat). Kawasan Mesopotamia termasuk warisan dari suku  Sumeria, Akkad dan Asyria (pada tahun 2300 SM). Pada tahun 2000 SM suku Babilon menyerang suku tersebut dan mendirikan ibu kota Babilonia.
Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh bangsa. Mesopotamia yang kini bernama Iraq sejak permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban helenistik. Dinamai “Matematika Babilonia” karena peran utama kawasan Babilonia sebagai tempat untuk belajar. Pada zaman helenistik matematika Babilonia berpadu dengan matematika Yunani dan Mesir, kemudian dibawa kekhalifaan Islam, Mesopotamia, terkhusus Bagdad, menjadi pusat penting pengkajian matematika Islam. Lebih dari 400 lempengan tanah liat ditemukan sebagai sumber sejarah bangsa Babilonia yang digali sejak 1850-an. Lempengan-lempengan tersebut ditulis dengan menggunakan tulisan berbentuk paku. Lempengan tersebut diberi tulisan ketika tanah liat masih basah, dan kemudian dibakar dalam tungku atau dijemur di bawah terik matahari bahkan beberapa di antaranya adalah karya rumahan.
Teks matematika Babilonia sangat banyak jumlahnya dan teredit dengan sangat baik. Sistem matematika Babilonia adalah seksagesimal atau bilangan berbasis 60. Kemajuan besar dalam matematika ini terjadi karena dua alasan. Pertama, angka 60 memiliki banyak pembagi yaitu 2, 3, 4, 5, 6, 10, 12, 15, 20, dan 30, yang membuat perhitungan jadi lebih mudah. Selain itu, bangsa Babilonia memiliki sistem bilangan real dimana digit yang ditulis sebelah kiri memiliki nilai yang lebih besar seperti bilangan berbasis 10.
Bangsa Babilonia juga sudah sangat familiar dengan aturan umum untuk mengukur suatu area. Mereka mengukur keliling lingkaran sebanyak 3 kali diameter dan luasnya sebagai satu per dua belas kuadrat dari lingkaran, dan jika hitungannya benar, maka nilai π akan bernilai 3.
Sistem penulisan bangsa babilonia dikenal dengan sebutan cuneiform yang berasal dari kata cuneus yang bermakna irisan atau belahan dan kata “forma yang bermakna bentuk. Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Penggunaan bilangan seksagesimal dapat dilihat pada penggunaan satuan waktu yaitu 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu jam, dan pada penggunaan satuan sudut yaitu 360 (60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Kemajuan orang Babilonia di dalam matematika didukung oleh fakta bahwa 60 memiliki banyak pembagi.
Bangsa Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang sejati, di mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem desimal. Akan tetapi, terdapat kekurangan pada kesetaraan koma desimal, sehingga nilai tempat suatu simbol seringkali harus dikira-kira berdasarkan konteksnya. Pada zaman ini juga belum ditemukan angka nol. Tetapi bangsa Babilonia tidak hanya menggunakan sistem seksagesimal saja mereka juga menggunakan bilangan basis 10. Basis 10 digunakan karena bilangan 1 sampai 59 yang dibentuk dari simbol ‘satuan’atau unit dan simbol’puluhan’yang ditempatkan menjadi satu kesatuan. Berikut adalah 59 simbol bilangan Babilon.
           Berapa penemuan dari Babilonia yang masih digunakan sampai sekarang:
a.                        Menentukan sistem bilangan, sistem berat dan ukur pertama kali.
b.                        Menggunakan sistem desimal dan π = 3,125.
c.                        Penemu kalkulator pertama kali.
d.                       geometri sebagai basis perhitungan astronomi.
e.                        Metode pendekatan untuk akar kuadrat.
f. Sudah mengenal teorema Pytagoras
Sistem penulisan bangsa babilonia dikenal dengan sebutan cuneiform yang berasal dari kata cuneus yang bermakna irisan atau belahan dan kata “forma” yang bermakna bentuk. Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Penggunaan bilangan seksagesimal dapat dilihat pada penggunaan satuan waktu yaitu 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu jam, dan pada penggunaan satuan sudut yaitu 360 (60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Kemajuan orang Babilonia di dalam matematika didukung oleh fakta bahwa 60 memiliki banyak pembagi. Bangsa Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang sejati, dimana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem desimal
Sistem posisional seksagesimal Bablonia menganut cara penulisan seperti cara di atas, yaitu bahwa posisi yang paling kanan adalah untuk unit samapai 59, satu sisi disebelah kirinya adalah untuk 60 x n, dimana 1 kurang dari n  kurang dari 59 dan seterusnya. Sekarang kita menggunakan notasi dimana bilangan dipisahkan dengan koma, misalnya, 1, 57, 46, 40 menyatakan bilangan seksagesimal1 kali 60 pangkat 3 tambah 57 kali 60 pangkat dua ditambah 46 kali 60 tambah 40 yaitu dalam notasi desimal bernilai 424000.
2.      Latihan
1)      Bagaimana sejarah munculnya awal mula dari matematika Babilonia?
2)      Bagaimana perkembangan matematika di peradaban Babilonia?
3)      Bagaimana awal mula munculnya bilangan yang pada saat itu disebut bilangan Babilonia?
4)      Jelaskan tentang sejarah awal mula sistem penulisan pada zaman peradaban Babilonia?
5)      Jelaskan asal mula cara menghitung keliling lingkaran pada zaman peradaban Babilonia?
3.      Daftar Pustaka
Sukardjono. (2003). Materi pokok filsafat dan sejarah matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

J. Friberg. (1981). "Methods and traditions of Babylonian mathematics. Plimpton 322, Pythagorean triples, and the Babylonian triangle parameter equations".Historia Mathematica, 8, pp. 277—318.

Aaboe, Asger .(1964). Episodes from the Early History of Mathematics. New York: Random House.
Boyer, C. B. (1989). A History of Mathematics, 2nd ed. rev. by Uta C. Merzbach. New York: Wiley.
Burton, David M. (1997). The History of Mathematics: An Introduction. McGraw Hill.
Eves, Howard. (1990). An Introduction to the History of Mathematics, Saunders.
Katz, Victor J. (1998). A History of Mathematics: An Introduction, 2nd Edition. Addison-Wesley.
Murtiningsih. (2011). Para Pendekar Matematika dari Yunani Hingga Persia. Yogyakarta : Diva Press.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar