REVIEW BUKU
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS
BAB I & II
Karangan
: Prof. Dr. Rochiati Wiriatmaja
Oleh ;
Nama : Khoiri Anam
Nim : 131044
Kelas : Matematika 2013-D
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STIKIP) PGRI SIDOARJO
2013
BAB I
PENELITIAN TINDAKAN
KELAS
I.I.
Konsep Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian
tindakan kelas atau disebut juga dengan classroom action research yaitu merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan untuk melakukan
perubahan dan
juga perbaikan yang dilakukan
di dalam kelas.
Adapun
tujuan yang setelah
kita mengetahui dan juga memahami tentang
apa yang dimaksud dengan penelitian tindakan kelas adalah :
- Penggunaan istilah Penelitian Tindakan Kelas
- Pengaruh
postmodernisme terhadap penelitian tindakan kelas
- Untuk
mengetahui Tradisi penelitian kualitatip
- Menjabaran
tentang istilah atau defenisi penelitian tindakan kelas
- Memberikan
contoh penelitian tindakan kelas
I.II.
Awal
Perkembangan Penelitian Tindakan Kelas
Perkembangan Penelitian
Tindakan kelas tidak
bisa lepas dari perkembangan Penelitian Kualitatif yang mana pada
akhir-akhir ini berkembang
pesat melalui berbagai kajian permasalahan
kemanusiaan. Metode
dan teori-teori ini telah terakumulasi sehingga membentuk tradisi penelitian yang
berbeda dengan yang selama
ini dilakukan oleh banyak peneliti. Namun di balik semua fakta
yang di hasilkan oleh teori- toeri
dan dikemukan oleh para ahlinya, termasuk juga penelitian
tindakan kelas yang dikemukan oleh
Hopkins, penelitian emansipatoris tindakan ini, yang pemakaian
atau penamaan yang berbeda-beda,
contohnya saja penelitian tindakan kelas atau disebut juga dengan classroom research
karena penelitian untuk perubahan perbaikan
itu di lakukan didalam ruang kelas. Namum Hopskins sendiri kemudian memakai istilah classroom research in actions yang bisa juga classroom action research. Pada saat penelitian itu
memasuki tahapan-tahapan kegiatan
yang harus di lakukan, dengan alasan bahwa istilah penelitian kelas
meningkatkan kepada
penelitian yang dilakukan oleh para peneliti pendidikan (educational researchers) dengan menjadikan guru dan para murid
sebagai obyek
penelitian yang berada di luar orbit kehidupan mereka. Istilah educational action research
dipakai juga untuk jenis penelitian tindakan yang di lakukan untuk
menghadapai berbagai
masalah dan isu-isu pendidikan. Dalam perkuliahan sehari-hari istilah yang
digunakan adalah
penelitian tindakan Kelas (PTK).
I.III.
Pengaruh
Aliran Postmodernisme
Tidak
dapat di pungkiri lagi bahwa para peneliti
kualitatif banyak yang terpengaruh oleh aliran pasca modern (postmodern), yang mengehendaki pendekatan
inkuiri yang menolak upaya- upaya ilmiah dari
kemampanan penelitian
professional yang cendrung berstuktur kekuasaan. Penelitian yang seperti
itu juga disebut sebagai
penelitian pascaposifistik untuk membedakan dengan
penelitian yang memakai alur
pikir hipotetik-deduktif -verifikatif.
Isu mengenai postmodernisme sudah dua puluh tahun lebih menjadi
perdebatan kontrolvesial dikalangan
cendikiawan, terutama di Barat. Adapun
yang dimaksud dengan aliran pascamodern
ialah merujuk pada gerakan estetik yang berkembang pada tahun 1980-an dikalangan disiplin
ilmu seperti arsitektur, sastra, seni,
sosiologi, mode fashion dan teknologi (http://www.colorado.edu/english/klages/pomo.html).
Pada waktu
itu di kalangan cendikiawan Perancis terbitlah sebuah karya Jean – Francois Lyotard yang berjudul Postmodern condition (1979) yang isinya mengkritik
landasan keilmuan yang holistic, dasar-dasar
dari kenyataan kebenaran secara metafisik,
dan terhadap tiori-tiori besar yang dijadikan ukuran kebenaran kenyataan
tersebut.
Secara
sederhana, gerakan ini menunjuk kepada
aliran berfikir yang berkembang sesudah periode modernisme. Agar
lebih jelas, dalam konteks
sejarah, aliran modernisme sendiri yang berkembang pada zaman
pencerahan atau pada abad
ke-18 dan dilandasi dibidang keilmuan dengan rasio, atau rasionalitas sebagai
bentuk tertinggi
dalam fungsi mental yang di tandai dengan obyektivitas. Pengetahuan yang di
capai melalui
sains menghasilkan kebenaran yang universal
mengenai dunia, dan kebenaran yang dicapai melalui sains akan membawa
peningkatan dan
kemajuan kepada kemanusiaan.
Di
pihak lain, aliran pasca modern berpendapat bahwa ada kebenaran dan alternatif
lain yang menkritik iklim keilmuan yang melembaga dalam tradisi barat, dengan
mencari di tempat-tempat lain dan pandangan baru. Apabila disimpilkan aliran
pascamodern merupakan bentuk kegelisahan kaum intelektual periode akhir abad
ke-20 terhadap berbagai hubungan antara seni dan konteks sosial, antara
praktek-praktek budaya dan pelestarian & perubahan dalam masyarakat, dalam
keruntuhan landasan pikir filosof tradisional vis a vis bentuk kritik trhadap status
quo, dan kemajemukan yang tumbuh dalam tradisi barat yang kurang toleran
terhadap perdedaan yang diutarakan oleh
banyak suara, pertanyaan, bahkan konflik. Pasca modernism ditandai dengan
perekonomian global dengan perusahaan multinasional dan kapitalisme konsumer,
dengan teknologi listrik dan tenaga nuklir.
Gugatan para peneliti
aliran postmodernisme
terhadap penelitian positivistic antara
lain sebagai berikut :
a. Kecendrungan
yang deterministic
b. Kecendrungan
mereduksi, termasuk fenomena
kemanusiaan yang harus tunduk
kepada satu peringkat dalil atau teori
saja.
c. Pengaruh
peneliti sangat menentukan,
seperti tampak dalam defenisi
permasalahan, instrumentasi, pengumpulan
data dan analisisnya, serta
manfaat hasil penelitian dan dengan
mengesampingkan hak-hak responden.
d. Tekanan
penelitian pada etict dengan
perspektif luar (yang obyetif)dan
mengesampingkan Emic yaitu
penelitian yang mencangkup perspektip
dalam (Lincoln dan
Guba, 1985;24-25).
I.IV.
Tradisi
Penelitian Kualitatif
Yang
dimaksud dengan tradisi penelitian ialah, apabila sekelompok ilmuan sepakat
dalam hakikat
universal dari pertanyaan atau permasalahan
sah yang sedang di kaji. Sedangkan
penelitian kualitatif adalah sebuah proses inkuiri yang menyelidiki
masalah-masalah sosial dan kemanusiaan
dengan tradisi metodologis
yang berbeda (Creswell;1995-:15). Peneliti membanggung sebuah gambaran yang kompleks
dan holistic, menganalisa
kata-kata, melaporkan pandangan atau
opini para informan, dan keseluruhan studi berlangsung dalam latar
situasi yang alamiah. Karena
penelitian dan kegiatan ilmiah merupakan
kegiatan social, maka para peneliti yang bekerja dalam berbagai tradisi
penelitian dipengaruhi
oleh pekerjaan peeneliti lainnya dan terjadi saling fertilisasi dari berbagai
pengaruh.
Berikut
adalah rangkuman dari
karakteristik penelitian
kualitatif :
1.
Penelitian kualitatif
berlangsung dalam latar
alamiah, tempat kejadian dan prilaku manusia berlangsung.
2.
Penelitian kualitatif
berbeda dengan asumsi-asumsi
dengan penelitian kauntitatif, teori
dan hipotesis tidak secar apriori diharuskan
3. Peneliti
adalah instrument utama penelitian
dalam pengumpulan data.
4. Data
yang dihasilkan bersifat deskriftif atau dalam kata-kata.
5.
Fokus diarahkan kepada
persepsi dan pengalaman partisipan.
6.
Proses sama pentingnya
dengan produk, perhatian peneliti diarahakan ke pemahaman bagaimana
berlangsungnya kejadian.
7.
Penafsiran dalam pemahaman
idiografis, perhatian pada partikular, bukan kepada membuat generalisasi.
8.
Memunculkan design,
peneliti mencoba menkonstruksikan penafsiran dan pemahan dengan sumber data
manusia.
9.
Mengandalkan pada tcit
knowledge, maka data tidak dapat dikuantitatifkan karena apresiasi terhadap
nuansa dari majemuknya kenyataan.
10. Objektifitas
dan kebenaran dijunjung tinggi, namun kriterianya berbeda karena derajat
keterpercayaan didapat melalui verifikasi berdasarkan koherensi, wawasan, dan
manfaat. (Creswell, 1994:162-163).
I.V.
Apa
Yang Disebut Penelitian Tindakan Kelas
Pengertian
penelitian tindakan kelas, untuk
mengidentifikasi penelitian kelas adalah penelitian yang
mengkombinasikan prosedur penelitian
dengan tindakan substantive, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin
inkuiri atau
suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlibat
dalam sebuah
proses perbaikan dan perubahan.(Hopkins,1993:44). Rapoport(1970) mengartikan penelitian
tindakan kelas
untuk membantu seseorang Dalam mengatasi secara praktis
persoalan yang dihadapi dalam situasi
darurat dan membantu pencapaian
tujuan ilmu social yang disepakati bersama. Sedangkan Kemmis (1983) menjelaskan bahwa penelitian tindakan
kelas adalah sebuah bentuk inkuri
reflaktif yang dilakukan secara kemitraan mengenai situasi social
tertentu untuk meningkatkan
rasionalitas dan keadialan dari:
- Kegiatan praktek
sosial atau pendidikan mereka.
- Pemahaman mereka
mengenai kegiatan-kegiatan praktek pendidikan ini
c.
Situasi
yang memungkinkan terlaksananya kegiatan praktek ini.
I.VI.
Pelaksanaan
Penelitian Tindakan Kelas
Untuk lebih menjelaskan
pemahaman tentang penelitian tindakan kelas, berikut ini diberian contoh dalam
melakukan kegiatan tersebut.
Upaya Peningkatan
Kualitas Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar Melalui Pendekatan Cooperative
Learning (2001). Penelitinya adalah K.R., sorang pendidik di Lembaga Pendidikan
Guru setempat, yang ingin diperkenalkan penelitian kelas dan metode
pembelajaran kooperatif dalam IPS kepada guru SD kelas V di kota itu yang
menjadi mitra dalam penelitian ini. Mitra guru ini berpendidikan D – II PGSD,
telah berpengalaman mengajar 12 tahun, dan telah mengikuti penataran untuk
beberapa aspek mengajar di SD. Pada tahap orientasi, KR menemuka bahwa mitra
guru SD memberikan pelajaran IPS dengan cara ekspositorik, yang sebagaian waktu
mengajarnya digunakan untuk ceramah, memberikan informasi, dan menjelaskan.
Hanya sebagian kecil waktu belajar mengajar yang digunakan untuk kegiatan
siswa, itu pun hanya mencatat dan melaksanakan evaluasi. Maka dalam kondisi
yang dilakukan berikutnya KR menawarkan model pembelajaran “cooperative learning process” kepada mitranya untuk dicoba.
Setelah KR memberi penjelasan dan arahan tentang bagaimana pembelajaran
kooperatif itu dilaksanakan dan untuk tujuan apa, mitra guru bersedia untuk
mencobanya. Kegiatan tindakan yang dilakukan dalam empat siklus dengan penyaji
mitra guru dan dengan KR sebagai pengamat, menghasilkan peningkatan kinerja
guru dalam memberikan pelayanan pendidikan yang lebih baik dengan kemapuan untuk
membagi kelas dalam kelompok kerja dan diskusi, membagikan tugas kelompok,
mempimpin dan melakukan fungsi fasilitator dan mediator dalam diskusi kelompok
dan kelas, melakukan penilaian dan proses belajar. Sedangkan pada pihak siswa,
terjadi peningkatan belajar dalam bentuk kelompok dan bukan hanya dalam bentuk
belajar individual, kerjasama, membuat dan melaksanakan tugas, berpartisipasi
dalam diskusi kelompok dan kelas dengan mengemukakan pendapat dan bertanya,
serta belajar menghargai pendapat siswa lain. Hasil – hasil penelitian yang
menunjukkan peningkatan ini berasal dari observasi KR, catatan lapangannya,
wawancara dengan siswa, mitra guru, guru lain dan kepala sekolah, serta nilai –
nilai yang dicapai siswa baik dalam proses pembelajaran maupun dalam hasil
belajar akhir (dengan batas kelulusan 7,5 menunjukkan kenaikan prestasi antara
53,03% sampai 73,45%). Yang lebih berarti, di samping hasil belajar, ialah
meningkatnya keterampilan sosial siswa yang mendorong aktifitas belajar dengan
lebih berani bertanya dan mengemukakan pendapat, bertanggung jawab dalam
melaksanakan tugas, dan bekerja sama dengan sesama siswa. KR merekomendasikan
untuk menyebarluaskan model pembelajaran yang kooperatif ini kepada kepala
sekolah dan kepada lembaga pendidikan setempat.
Penelitian tindakan
kelas yang dilaksanakan
dalam enam siklus berkesimpulan bahwa
pendekatan resulusi konflik dalam melatih guru untuk melakukan
berbagai variasi dalan strategi
mengajar dan juga belajar. Juga melatih diri untuk melakukan
peran sebagai fasilitator, mediator,
dan evaluator dalam proses pembelajaran
yang berhasil membangaun suasana
kelas yang demokratis. Sedangkan dari pihak siswa, terjadi perubahan pandangan
siswa terhadap pelajaran-pelajaran yang melaui model-model pembelajaran yang
berbeda mereka mulai memainkan peranan yang lebih aktif, melihat adanya
hubungan antara pelajaran masa lalu dan kehidupan mereka sendiri, dan bahwa
dengan memiliki berbagai ketramilan dalam berbagai konflik diantaranya mengembangkan
ketrampilan mengambil keputusan, mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
BAB II
KERANGKA FILSAFAH
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
II.I.
Sejarah
Singkat Penelitian Tindakan kelas
Penelitian kelas dimana
guru melakukan peranan
sebagai peneliti dan kelas sebagai laboratorium. Di Barat tempat awal
kegiatan ini berlangsung,
berkembang meluas sehingga merupakan
gerakan social dibidang pendidikan. Di Indonesia, penelitian tindakan kelas mulai digerakkan pada
waktu upaya-upaya perbaikan
mutu pendidikan dimulai dengan renovasi
ditingkat pendidikan guru SD seperti PGSD, kemudian meluas ke kalangan
guru-guru SLTP
dan SMA terutama mereka yang belajar melalui program-promram ke-SD-an dan
regular pada
Program Pascasarjana LPTK seperti di IKIP Jakarta, Bandung,
Malang dan lain-lain dalam decade
tahun 1990-an.
II.II.
Karakteristik
penelitain tindakan kelas yang
emansipatoris dan membebaskan (Liberating)
Istilah Penelitian
Tindakan Kelas yang dipakai
dalam wacana adalah Penelitian Tindakan
Emansipatoris. Emansipasi dalam pemahaman
bahasa Indonesia sehari-hari mempunyai makna
perbaikan nasib, peningkatan status
atau perjuangan ke setaraan. Penelitian Tindakan Kelas bersifat
Emansipatoris dan membebaskan
karena penelitian ini mendorong kebebasan
berfikir dan berargumen pada pihak siswa, dan mendorong guru untuk
bereksperimen, meneliti
dan menggunakan kearifan dalam mengambil
keputusan atau judgment (Hopkins, 1993:35).
Apabila guru mampu melakukan hal tersebut, maka guru
akan memiliki control terhadap
kegiatan profesi mereka. Mereka tidak akan puas melakukan apa yang
diperintahkan atasan,
yang akan menimbulkan perasaan tidak yakin tentang apa yang mereka lakukan.
Dalam kinerjanya,
guru harus memperhatikan kurikulum, instruksi kepala sekolah, para pengawas
bahkan buku
teks yang ditentukan dari atas; akan tetapi dengan melakukan
penelitian mereka akan mengembangkan
kemampuan memutuskan atau mengambil
kesimpulan secara professional, dan dengan demikian bergerak kearah otonomi
dan emansipasi,
karena kebenaran yang terkandung dalam
penelitian yang mereka lakukan harus diterima oleh pihak manapun.
Dalam bahasan diatas,
emansipasi guru selalu
dikaitkan dengan istilah atau konsep profesi, sebagai guru yang professional.
Profesi dalam
pemahaman sosiologis merupakan istilah yang mengacu pada model pekerjaan yang diinginkan atau
dicita-citakan; yang apabila terus digeluti akan mempunyai kerangka acuan
untuk upaya-paya
meningkatkan statusnya, ganjaran atau rewards-nya, dan kondisi pekerjaannya(Hendrawan dan Halimah, 2004:3).
Didalam kamus advanced
learner’s dictionary of current english(1973), profesi dijelaskan sebagai
pekerjaan yang membutuhkan pendidikan yang lebih lanjut dan latihan khusus.
Dalam Good’s dictionay of education profesi dijabarkan sebagai suatu pekerjaan
yang meminta persiapan spesialisasi yang relatif lama di perguruan tinggi.
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (1998) menjabarkan pekerjaan profesional
dengan rincian sebagai berikut;
- Dasarnya
panggilan hidup yang dilakukan sepenuh waktu serta untuk jangka waktu yang
lama.
- Memiliki
pengetahuan dan ketrampilan khusus
- Dilakukan
menurut teori, prinsip, prosedur, dan anggepan dasar yang sudah baku
sebagai pedoman dalam melayani klien
- Sebagai
pengabdian kepada masyarakat, bukan mencari keuntungan finansial.
- Dilakukan
secara otonom yang bisa diuji oleh rekan-rekan seprofesi.
- Mempunyai
kode etik yang dijunjung oleh masyarakat.
g.
Pekerjaan yang
dilakukan untuk melayani mereka yang membutuhkan.(Hendrawan dan Halimah, 2004;3-5)
Tututan terhadap sikap
professional guru antara
lain disebabkan adanya keluhan masyarakat
yang mengemukakan ketidakpuasan mereka
terhadap banyaknya guru atau dosen yang kurang memenuhi harapan dalam
mendidika anak-anak
mereka, disebabkan antara lain karena rendahnya performans guru atau dosen di sekolah atau perguruan
tinggi. Terhadap kenyataan
ini, banyak yang beranggapan bahwa pekerjaan guru bisa dilakukan oleh siapa
saja, bahkan
oleh orang awam sekalipun.
Pendapatan guru yang
kurang mencukupi kebutuhan
hidup mereka, maka banyak diantara mereka yang mempunyai pekerjaan tambahan dan hal ini yang
mengakibatkan rendahnya kualitas
mengajar mereka karena kecapaian. Sekaran
jabatan guru kurang diminati, terutama oleh generasi muda. Rekrutmen calon guru
pada umumnya
bukan karena dorongan minat akan pekerjaan
dibidang pendidikan, melainkan asal mendapat lapangan pekerjaan. Hal-hal
tersebut mengakibatkan
keinerja mereka rendah karena kurang
motivasi, kedudukan guru dimata masyarakat
menurun, dan status social mereka menjadi
rendah.
Kondisi seperti ini
hendaknya disadar oleh
kalangan pendidik sendiri, baik guru maupun dosen. Dengan melakukan
refleksi atau monitor diri,
guru akan melihat adanya perbedaan atau kesenjangan antara
cita-cita atau idealism sebagai
pendidik dengan performans kinerjanya.
II.III.
Refleksi,
Refleksi diri dan pembelajaran yang
reflektif
Dalam bahasa Indonesia
refleksi adalah perbuatan
merenung atau memikirkan sesuatu. Kamus
bahasa Inggris “The Adveced Learner’s Dictionary of Current English”,
menerangkan kata reflect
dengan berpikir atau mempertimbangkan.
Praktek reflektif
memang mempunyai makna
yang mejemuk (Adler, dalam Ross, Ed.1994:52-55), masing-masing berbicara
tentang hal-hal
yang berbeda dan memakai sumber yang berbeda.
Adler
melihat ada tiga perspektif mengenai
refleksi, yakni:
- Inkuiri
reflektif, yang difokuskan kepada pilihan guru dalam strategi
mengajar, konten/materi
pembelajaran, dan tujuan. Berdasarkan penjabaran ini kemudian Cruikshank (1987,
dalam Adler, 1994) mengembangkan model pembelajaran reflektif. Dengan
tujuan melatih para guru dan calon guru untuk berefleksi, ia mengembangkan
model “content free lesson” dan meminta kepada mereka assesmen mengenai
efektif atau tidak efektifnya model tersebut.
Cruikshank juga
meminta para peserta untuk merefleksi hasil/produk dan tujuan pembelajaran
demikian, apakah tercapai atau tidak. Berdasarkan pengalaman
ini, ia
mengambil kesimpulan bahwa pembelajaran reflektif adalah kesempatan untuk
mengaplikasikan teori dan prinsip mengajar dan belajar
yang dikembangkan
melalui inkuiri ilmiah dalam situasi nyata.
- Schon
(1987) memilih refleksi dalam tindakan. Ia melihat, bahwa para praktisi di
lapangan (kelas/sekolah) yang bersikap refleksi, dapat melakukan kegiatan
mengajar sambil berpikir. Sehingga dengan demikian ia dapat segera
merespon situasi-situasi yang kurang menyakinkan, yang unik, bahkan
situasi konflik.
- Zeichner
dan loston (1987) memahami 3 tahap refleksi , yaitu; tahap teknis dimana
guru mengaplikasi ilmunya untuk mencapai tujuan pembelajaran , tahap dua
yaitu guru perlu merefleksi mengenai pilihan yang ia lakukan untuk
mengajar, tahap ketiga yaitu refleksi yan berkaitan dengan isiu-isu etika
moral
II.IV. Penelitian tindakan
kelas dalam konteks rasa
percaya diri dan harga diri
Penelitian
tindakan kelas adalah salah satu jalan yang terbuka untuk para pendidik yang
ingin menambah ilmu pengetahuan, melatih praktek-praktek pembelajaran dikelas
dengan berbagai medel yang akan mengaktifkan guru dan siwa, mencoba melakukan
penelitian secara reflektif melakukan kritik terhadap kekurangan dan berusaha
memperbaikinya agar pendidikanbenar-benar dapat menadi bidang profesi.
Penelitian tindakan kelas adalah suatu gerakan sosial untuk perbaikan dan
peningkatan kualifikasi guru, agar guru merasa percaya diri dalam menjalankan
profesinya dan dengan demikian mendapatkan kembali harga dirinya.
Bahwa Penelitian
Tindakan Kelas dapat mengembalikan rasa percaya diri atau self confidence guru,
dan dengan demikian mengembalikan harga diri atau self esteem, atau self
respect guru.
Penelitian Tindakan
Kelas yang bersemangat membebaskan (liberating) dan menyetarakan (emancipating)
dalam konteks profesi guru adalah, karena dengan kesadaran akan kekurangannya
ia berusaha memperbaikinya, maka kembalinya rasa percaya diri dan harga diri,
sungguh hal itu memberikan rasa pembebasan guru dari ketergantungan kepada
berbagai pihak, dan keseteraan dengan sesama profesi lain yang selama ini
selalu dihargai masyarakat.
Stenhouse, yang melihat
aspek ini dari proses pengembangan kurikulum, mengemukakan bahwa guru yang
meneliti (teacher as researcher) sebenarnya melakukan seperti yang diharapkan
dalam konsep extend professionalism, yakni mengembangkan perspektif,
keterampilan dan keterlibatan yang meliputi:
a. Ia
harus memiliki wawasan yang luas mengenai pekerjaannya dalam konteks sekolah,
masyarakat, dan lingkungannya.
b. Berpartipasi
dalam kegiatan – kegiatan prosfesional seperti dalam kelompok guru, konferensi
guru, atau diskusi – diskusi mengenai bidang kajian mereka.
c. Memiliki
kepedulian untuk menjalankan teori dan praktek.
d. Untuk
itu mereka bersikap inovatif di kelas mereka (Hoyle dalam Stenhouse, 1984:143 –
144)
II.V.
Beberapa
Catatan Mengenai Pencapaian Kebenaran dalam Penelitian
Kekhawatiran yang
berlebih – berlebihan terhadap keikutsertaan guru dalam penelitian kelas tidak
berasalan, karena setiap penelitian memiliki metode, sistem, dan prosedurnya
sendiri yang sudah baku.
Kebenaran menurut Ford
dalam Lincoln dan Guba (1985:14) menpunyai makna yang berbeda – beda, antara
lain:
a. kebenaran
empirik, yaitu apabila konsisten
dengan alasan dalam bentuk menerima atau menolak hipotesis atau prediksi.
b. Kebenaran
logis, yaitu apabila hipotesis atau
prediksi konsisten atau secara logis dengan hipotesis atau prediksi terdahulu
yang sudah dinyatakan benar.
c. Kebenaran
etik, yaitu apabila peneliti
melakukannya sesuai dengan standar perilaku profesional dan moral.
d. Benaran
metafisik, yaitu klaim yang tidak
dapat diuji dengan norma – norma eksternal seperti koresponden standar perilaku
profesional dan moral, melainkan diterima seperti adanya karena berlandaskan
entitas fundamental yang menjadi dasar keyakinan.
II.VI.
Pedoman
Etik bagi Guru/Dosen yang Meneliti
Kebebasan guru atau
dosen dalam meneliti tidak berarti tidak ada batasnya. Mereka bekerja dan hidup
dan lembaga sosial yang memiliki norma – norma atau kaidah – kaidah yang harus
dikuti. Karenanya ada baiknya memperhatikan seperangkat pedoman yang harus
ditaati sebelum, selama dan sesudah penelitian dilakukan, sebagai beikut:
a. Meminta
kepada orang – orang, panitia, atau yang berwewenang persetujauan dan izin.
b. Ajaklah
kawan – kawan sejawat terlibat dan berpartisapasi dalam penlitian.
c. Terhadap
yang tidak langsung terlibat, perhatikan pendapat mereka.
d. Penelitian
berlangsung terbuka dan transparan, saran – saran diperhatikan, dan kawan
sejawat diperbolehkan melakukan protes.
e. Meminta
izin eksplisit untuk mengobservasi dan mencatat kegiatan mitra peneliti, tidak
termasuk izin dari siswa apabila penelitian bertujuan meningkatkan
pembelajaran.
f. Minta
izin untuk membuka dan mempelajari catatan resmi, surat – surat danb dokumen.
Membuat fotokopi hanya diperkenankan apabila diizinkan.
g. Catatan
dan deskripsi kegiatan hendaknya relevan, akurat, dan adil.
h. Wawancara,
pertemuan, atau tukar pendapat tertulis hendaknya memperhatikan pendangan lain,
relevan, akurat, dan adil.
i.
Rujukan langsung, rujukan observasi,
rekaman, keputusan, kesimpulan, atau rekomendasi hendakanya mendapat izin atau
otoritas kutipan.
j.
Laporan disusun untuk kepentingan yang
berbeda, seperti laporan verbal pada pertemuan staf jurusan, tertulis untuk
jurnal, suratkabar, orangtua murid, dan lain – lain.
k. Tanggung
jawab untuk hal – hal atau pribadi yang sifatnya konfidensial.
l.
Semua mitra penelitian mengetahui dan
menyetujui prinsip – prinsip kerja di atas, sebelum penelitian berlangsung.
m. Hak
melaporkan kegiatan dan hasil penelitian, apabila sudah disetujui oleh para
mitra peneliti, dan laporan tidak bersifat melecehkan siapapun yang terlibat,
maka laporan tidak boleh diveto atau dilarang karena alasan kerahasiaan (Kemmis
dan Taggart, dalam Hopkins, 1993: 221-222)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar